Maaf, Aku Hanya Mengagumi
Musim telah berganti. Meski belum
juga senormal seperti yang seharusnya, tapi paling tidak sudah menunjukkan
pergantiannya yang ditandai dengan intensitas hujan yang semakin sering dari
pada biasanya. Musim hujan telah meramaikan daerah tropis tempat kita saling
mengenal tawa. Tahun juga telah menunjukkan perubahannya, dengan angka yang
nominalnya semakin besar, menandakan bahwa dunia telah berumur cukup tua. Eits,
cerita ini bukan hanya akan membahas mengenai waktu yang terus saja bergulir
dan berlalu begitu saja, bahkan tidak terasa bahwa waktu berjalan dengan begitu
cepatnya, menyisakan perihal yang tiba-tiba saja ada dan seolah-olah pantas
disebut sebagai kenangan. Namun, disadari atau tidak, waktu selalu mempunyai
peranan penting akan semuanya. Karenanya, prolog cerita ini akan sedikit
membahas tentang waktu.
Lebih tepatnya mengapa waktu sedikit
perlu dibicarakan adalah karena waktu adalah bagian dari sketsa perjalanan yang
kita alami. Dari waktu, kita dibedakan, tua-muda dibedakan karena kelahirannya
menurut waktu memang berbeda. Disebut tua karena ia terlahir di waktu yang
lebih dulu dari pada yang muda. Begitu juga seterusnya, disebut muda karena ia
terlahir lebih dulu dari pada yang kecil, bayi, ataupun balita. Semua hal tersebut
terpengaruh oleh yang namanya waktu. Dengan adanya waktu, kita menjadi terbantu
mengelompokkan usia-usia tersebut menjadi beberapa kategori menurut jenjangnya
masing-masing.
Ada yang sudah berterimakasih pada
adanya waktu? Atau malah kalian banyak yang mencelanya karena penyesalan juga
terkait waktu? Sulit memang kalau sudah membahas penyesalan akan suatu hal yang
tidak sesuai dengan keinginan ataupun harapan yang dicanangkan di awal. Tapi
bagaimana lagi, masak kita akan melabrak waktu agar ia memulainya kembali agar
kita bisa mereka-reka ulang agar sesuai dengan harapan? Tentu tidak. Kita hanya
bisa menerima yang sudah berlalu. Dalam hal apapun, janganlah menyalahkan
waktu, salahkan dirimu sendiri yang tak bisa membersamai waktu dengan baik. Kita
hanya bisa berencana akan suatu hal, selebihnya berdo’alah agar semesta juga
mengamini rencana tersebut agar berhasil apa yang kita rencanakan, dan
berdo’alah agar sang waktu memberikan spacenya
untukmu. Mendekapmu hangat menemanimu menunaikan rencana.
Maaf sebelumnya kalau prolog tentang
waktunya terlalu berpanjang lebar dan tidak begitu jelas. Biarlah kejelasan
hanya terbaca bagi yang iklas menerima waktu sebagai bagian dari hidupnya, yang
membersamainya kapanpun dan dimanapun, selama hidup masih bersedia bersanding
dengan jasad segar manusia. Memang manusia adalah ibarat jasad segar, dimana
tanpa adanya nyawa kehidupan yang menyertainya, tentu ia akan hanya menjadi
daging yang akan segera membusuk.
Setiap yang bernafas dan diberi
kehidupan, sekecil apapun kapasitas memori yang membekalinya, asalkan ia masih
dalam keadaan sadar dan waras tentu ia punya kenangan yang boleh jadi tersimpan
rapi dalam ingatan, atau mungkin juga hanya kenangan yang sebatas
serpihan-serpihan ingatan yang sudah tak begitu lengkap. Namun yang pasti
mereka masih menyimpannya sebagai pengingat paling tidak bagi dirinya sendiri bahwa
ia pernah menjadi bagian dari kenangan itu.
Kenangan akan waktu masih terukir
jelas dalam ingatan yang mungkin tak lama lagi akan segera memudar, bahkan
mungkin sebentar lagi hilang. Hilang bersama bertambahnya umur dan juga
banyaknya muatan memori lain. Seperti kita tahu, keterbatasan memori otak
manusia adalah untuk mengingat. Untuk mengingatnya, menulisnya sekarang kiranya
lebih baik daripada membiarkannya meluap dengan sendirinya tanpa ada rekaman
yang menyaksikan bahwa aku mengagumi kepiawaianmu.
Kepiawaian adalah seni, dan seni
adalah keindahan. Begitulah aku memahami apa arti kepiawaian. Setiap orang punya
kepiawaian. Yang muncul di televisi kata mereka adalah manusia-manusia yang
piawai. Piawai memainkan lidahnya dan gerak tubuhnya untuk menghibur penonton.
Yang sering muncul di koran, yang menjadi pejabat negara mereka bilang juga
manusia-manusia piawai. Piawai memberikan solusi dalam mengatasi permasalahan
yang ada dalam masyarakat dengan menelurkan kata-kata manis untuk menenangkan
masyarakatnya. Mereka yang acap kali tampil di panggung kesenian juga piawai. Ada
yang piawai memainkan gitar, piano, drum, dan juga alat musik yang lain yang
membuat penonton terlena akan tampilannya. Para dokter dan semua jajaran
stafnya bukankah mereka piawai juga? Mereka piawai menangani problem kesehatan
yang pasien keluhkan. Bukankah terlalu banyak yang piawai dalam bidangnya? Tapi
kurasa hanya sebagian kecil dari sejumlah komunal manusia yang piawai seperti
dirimu.
Entah kapan tepatnya, maaf jika aku
sudah benar-benar lupa tepatnya. Terlalu lemah ingatan ini mengingat tepatnya waktu
pertama aku menjadi saksi kepiawaianmu. Tapi yakinlah, aku masih menyimpan
pelajaran darimu, tentang kepiawaian. Kepiawaian seperti yang ada padamu
mungkinkah dapat diperoleh dengan mengenyam pendidikan setinggi mungkin hingga
mendapat gelar profesor sekalipun? Kurasa tidak. Setahuku, bukan dengan itu kau
mendapatkan kepiawaian itu. Jujur, aku mengagumimu, seseorang yang mempunyai
kepiawaian membawa diri.
Jika suatu saat aku bertemu dengan
yang sepertimu, do’akan aku agar dengan itu aku
selalu bisa mengingatmu, seseorang yang mempunyai kepiawaian membawa
diri.
Jika waktu memungkinkan kita untuk
bertemu lagi, do’akan semoga waktu benar-benar mempertemukan, agar dengan itu
aku dapat belajar lebih darimu,
seseorang yang mempunyai kepiawaian membawa diri.
Jika pada masanya ada yang berubah
darimu, do’akan aku agar aku tetap mencontoh kamu yang dulu, seseorang yang
mempunyai kepiawaian membawa diri.
Jika tak ada yang percaya
kepiawaianmu, izinkanlah dia untuk menemuiku, yang masih mengagumimu, seseorang
yang mempunyai kepiawaian membawa diri.
Jika sang waktu memisahkan dirimu
dari kefanaan dunia menuju dimensi lain, do’akan aku agar bisa meneruskanmu, seseorang
yang mempunyai kepiawaian membawa diri.
Cukup
dulu sampai di sini. Semoga yang singkat dapat dipahami dengan sebaik-baiknya. Kalau
masih belum, semoga waktu segera menyegerakan pemahaman itu. Karena sesungguhnya
waktu juga turut andil dalam memberikan pemahaman. Terkadang kita dapat
memahami tanpa harus mengalami. Terkadang pula kita harus mengalami dahulu baru
dapat memahami. Biarlah waktu dan dirimu mengalir bersama, seperti embun yang
setia membasahi, tanpa kenal musim dan cuaca.
Yogyakarta, 07 Januari 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar