Halaman

Jumat, 06 Januari 2017

Maaf, Aku Hanya Mengagumi

Maaf, Aku Hanya Mengagumi

Musim telah berganti. Meski belum juga senormal seperti yang seharusnya, tapi paling tidak sudah menunjukkan pergantiannya yang ditandai dengan intensitas hujan yang semakin sering dari pada biasanya. Musim hujan telah meramaikan daerah tropis tempat kita saling mengenal tawa. Tahun juga telah menunjukkan perubahannya, dengan angka yang nominalnya semakin besar, menandakan bahwa dunia telah berumur cukup tua. Eits, cerita ini bukan hanya akan membahas mengenai waktu yang terus saja bergulir dan berlalu begitu saja, bahkan tidak terasa bahwa waktu berjalan dengan begitu cepatnya, menyisakan perihal yang tiba-tiba saja ada dan seolah-olah pantas disebut sebagai kenangan. Namun, disadari atau tidak, waktu selalu mempunyai peranan penting akan semuanya. Karenanya, prolog cerita ini akan sedikit membahas tentang waktu.
Lebih tepatnya mengapa waktu sedikit perlu dibicarakan adalah karena waktu adalah bagian dari sketsa perjalanan yang kita alami. Dari waktu, kita dibedakan, tua-muda dibedakan karena kelahirannya menurut waktu memang berbeda. Disebut tua karena ia terlahir di waktu yang lebih dulu dari pada yang muda. Begitu juga seterusnya, disebut muda karena ia terlahir lebih dulu dari pada yang kecil, bayi, ataupun balita. Semua hal tersebut terpengaruh oleh yang namanya waktu. Dengan adanya waktu, kita menjadi terbantu mengelompokkan usia-usia tersebut menjadi beberapa kategori menurut jenjangnya masing-masing.
Ada yang sudah berterimakasih pada adanya waktu? Atau malah kalian banyak yang mencelanya karena penyesalan juga terkait waktu? Sulit memang kalau sudah membahas penyesalan akan suatu hal yang tidak sesuai dengan keinginan ataupun harapan yang dicanangkan di awal. Tapi bagaimana lagi, masak kita akan melabrak waktu agar ia memulainya kembali agar kita bisa mereka-reka ulang agar sesuai dengan harapan? Tentu tidak. Kita hanya bisa menerima yang sudah berlalu. Dalam hal apapun, janganlah menyalahkan waktu, salahkan dirimu sendiri yang tak bisa membersamai waktu dengan baik. Kita hanya bisa berencana akan suatu hal, selebihnya berdo’alah agar semesta juga mengamini rencana tersebut agar berhasil apa yang kita rencanakan, dan berdo’alah agar sang waktu memberikan spacenya untukmu. Mendekapmu hangat menemanimu menunaikan rencana.
Maaf sebelumnya kalau prolog tentang waktunya terlalu berpanjang lebar dan tidak begitu jelas. Biarlah kejelasan hanya terbaca bagi yang iklas menerima waktu sebagai bagian dari hidupnya, yang membersamainya kapanpun dan dimanapun, selama hidup masih bersedia bersanding dengan jasad segar manusia. Memang manusia adalah ibarat jasad segar, dimana tanpa adanya nyawa kehidupan yang menyertainya, tentu ia akan hanya menjadi daging yang akan segera membusuk.
Setiap yang bernafas dan diberi kehidupan, sekecil apapun kapasitas memori yang membekalinya, asalkan ia masih dalam keadaan sadar dan waras tentu ia punya kenangan yang boleh jadi tersimpan rapi dalam ingatan, atau mungkin juga hanya kenangan yang sebatas serpihan-serpihan ingatan yang sudah tak begitu lengkap. Namun yang pasti mereka masih menyimpannya sebagai pengingat paling tidak bagi dirinya sendiri bahwa ia pernah menjadi bagian dari kenangan itu.
Kenangan akan waktu masih terukir jelas dalam ingatan yang mungkin tak lama lagi akan segera memudar, bahkan mungkin sebentar lagi hilang. Hilang bersama bertambahnya umur dan juga banyaknya muatan memori lain. Seperti kita tahu, keterbatasan memori otak manusia adalah untuk mengingat. Untuk mengingatnya, menulisnya sekarang kiranya lebih baik daripada membiarkannya meluap dengan sendirinya tanpa ada rekaman yang menyaksikan bahwa aku mengagumi kepiawaianmu.
Kepiawaian adalah seni, dan seni adalah keindahan. Begitulah aku memahami apa arti kepiawaian. Setiap orang punya kepiawaian. Yang muncul di televisi kata mereka adalah manusia-manusia yang piawai. Piawai memainkan lidahnya dan gerak tubuhnya untuk menghibur penonton. Yang sering muncul di koran, yang menjadi pejabat negara mereka bilang juga manusia-manusia piawai. Piawai memberikan solusi dalam mengatasi permasalahan yang ada dalam masyarakat dengan menelurkan kata-kata manis untuk menenangkan masyarakatnya. Mereka yang acap kali tampil di panggung kesenian juga piawai. Ada yang piawai memainkan gitar, piano, drum, dan juga alat musik yang lain yang membuat penonton terlena akan tampilannya. Para dokter dan semua jajaran stafnya bukankah mereka piawai juga? Mereka piawai menangani problem kesehatan yang pasien keluhkan. Bukankah terlalu banyak yang piawai dalam bidangnya? Tapi kurasa hanya sebagian kecil dari sejumlah komunal manusia yang piawai seperti dirimu.
Entah kapan tepatnya, maaf jika aku sudah benar-benar lupa tepatnya. Terlalu lemah ingatan ini mengingat tepatnya waktu pertama aku menjadi saksi kepiawaianmu. Tapi yakinlah, aku masih menyimpan pelajaran darimu, tentang kepiawaian. Kepiawaian seperti yang ada padamu mungkinkah dapat diperoleh dengan mengenyam pendidikan setinggi mungkin hingga mendapat gelar profesor sekalipun? Kurasa tidak. Setahuku, bukan dengan itu kau mendapatkan kepiawaian itu. Jujur, aku mengagumimu, seseorang yang mempunyai kepiawaian membawa diri.
Jika suatu saat aku bertemu dengan yang sepertimu, do’akan aku agar dengan itu aku  selalu bisa mengingatmu, seseorang yang mempunyai kepiawaian membawa diri.
Jika waktu memungkinkan kita untuk bertemu lagi, do’akan semoga waktu benar-benar mempertemukan, agar dengan itu aku  dapat belajar lebih darimu, seseorang yang mempunyai kepiawaian membawa diri.
Jika pada masanya ada yang berubah darimu, do’akan aku agar aku tetap mencontoh kamu yang dulu, seseorang yang mempunyai kepiawaian membawa diri.
Jika tak ada yang percaya kepiawaianmu, izinkanlah dia untuk menemuiku, yang masih mengagumimu, seseorang yang mempunyai kepiawaian membawa diri.
Jika sang waktu memisahkan dirimu dari kefanaan dunia menuju dimensi lain, do’akan aku agar bisa meneruskanmu, seseorang yang mempunyai kepiawaian membawa diri.
            Cukup dulu sampai di sini. Semoga yang singkat dapat dipahami dengan sebaik-baiknya. Kalau masih belum, semoga waktu segera menyegerakan pemahaman itu. Karena sesungguhnya waktu juga turut andil dalam memberikan pemahaman. Terkadang kita dapat memahami tanpa harus mengalami. Terkadang pula kita harus mengalami dahulu baru dapat memahami. Biarlah waktu dan dirimu mengalir bersama, seperti embun yang setia membasahi, tanpa kenal musim dan cuaca.


Yogyakarta, 07 Januari 2017

Tidak ada komentar: