Pendekatan Termodinamis dan Kinetis dalam Reaksi Kimia
Dalam mengkaji reaksi kimia para ahli kimia melakukan dua pendekatan
yaitu pendekatan termodinamis dan pendekatan kinetis. Pendekatan
termodinamis disusun berdasarkan keadaan awal dan keadaan akhir reaksi,
sedangkan pendekatan kinetis disusun berdasarkan jalannya proses. Dalam
pendekatan termodinamis jalannya proses selama reaksi berlangsung tidak menjadi
perhatian untuk dikaji. Sehingga kesimpulan yang diambil dalam pendekatan
termodinamis hanya bergantung pada struktur dan sifat senyawa pada keadaan awal
dan keadaan akhir dan kesimpulan ini dinamakan kesimpulan termodinamis. Misal
dalam reaksi di antara reaktan AB dan CD menjadi produk AC dan BD. Dalam reaksi
ini terjadi perubahan sifat dan struktur dari AB dan CD menjadi AC dan BD. Pendekatan
termodinamis didasarkan atas pendekatan tentang keadaan awal dan keadaan akhir
reaksi. Dalam hal ini kajian madya didasarkan atas sifat dan struktur AB dan CD
sebagai reaktan dan sifat dan struktur AC dan BD sebagai produk. Perubahan
kimia atau reaksi kimia akan terjadi jika sifat dan struktur reaktan tidak sama
dengan sifat dan struktur produk. Sifat dan struktur reaktan dan produk
ditentukan oleh beberapa besaran fisis, missal temperatur (T), tekanan (P), energi
dalam (ΔE), energi panas (ΔH), energi bebas (ΔG), entropi (ΔS), dan tetapan
kesetimbangan (K), besaran-besaran tersebut dikenal sebagai besaran
termodinamis.
AB + CD → AC
+ BD
Secara termodinamis syarat reaksi akan berlangsung jika
secara kualitatif produk memiliki tingkat kestabilan yang lebih tinggi dibanding
dengan tingkat kestabilan reaktannya. Sedangkan secara kuantitatif syarat
reaksi akan berlangsung jika energy bebas reaksi (ΔGreaksi) bernilai
negative atau ΔGr < 0. Harga ΔGr ditentukan oleh sifat
alamiah dari reaktan dan produk (the
nature of reactant and product) dimana sifat ini ditentukan oleh energi
dalam (ΔE), energi panas (ΔH), dan entropi (ΔS) dari masing-masing senyawa yang
terlibat dalam reaksi baik sebagai reaktan maupun sebagai produk. Pendekatan
termodinamis dapat dilakukan tanpa melakukan kajian di laboratorium dan
biasanya pendekatan ini dilakukan pada awal perancangan suatu reaksi. Para ahli
kimia merancang apakah suatu reaksi dapat berlangsung atau tidak berdasarkan
sifat-sifat termodinamis dari reaktan yang terlibat dan produk yang akan
dihasilkan dalam reaksi. Pendekatan termodinamis dapat menjelaskan mengapa
reaksi mudah dilakukan dalam fasa larutan dari pada reaksi dalam fasa padatan. Proses
pelarutan reaktan menjadi penting agar reaksi lebih mudah dilakukan, termasuk
diperlukannya proses pemanasan dalam reaksi.
Secara termodinamis reaksi kimia digambarkan sebagai reaksi
satu tahap yang juga dikenal sebagai reaksi sederhana (simple reaction atau elementary
reaction).
Reaksi akan terjadi bila sejumlah energi ditambahkan dalam
sistem reaksi. Penambahan energi akan dilakukan sampai tingkat energi tertentu
yang disebut dengan barrier energy
atau energi teraktivasi (activated energy),
yang merupakan energi minimum yang diperlukan untuk berlangsungnya suatu
reaksi. Pada tingkat energi ini senyawa reaktan akan mengalami keadaan
teraktivasi sebelum berubah menjadi produk. Pada keadaan teraktivasi senyawa
dalam keadaan tidak stabil, tidak berstruktur dan tidak dapat diukur atau
ditentukan, orang sering menyebut
sebagai senyawa imajiner atau senyawa abstrak tetapi energi aktivasinya
secara eksperimental dapat diukur dan ditentukan. Dalam reaksi termodinamis
reaksi kimia digambarkan hanya terdiri dari dua spesies, yaitu spesies reaktan
dan spesies produk yang memiliki tingkat kestabilan lebih tinggi dari kompleks
teraktivasi. Reaktan dan produk memiliki tingkat kestabilan lebih tinggi dari
kompleks teraktivasi. Reaktan dan produk memilki waktu kestabilan yang lebih
tinggi dari waktu kestabilan kompleks teraktivasi.
Dalam reaksi kimia disamping pendekatan termodinamis dikenal
pendekatan lain yaitu pendekatan kinetis.
Pendekatan yang didasarkan atas jalannya proses. Dalam pendekatan kinetis yang
dikaji tidak hanya sifat dan struktur senyawa pada keadaan awal dan akhir,
tetapi juga ditentukan oleh hasil-hasil kajian yang diperoleh selama
berlangsungnya proses. Keberhasilan kajian kinetis dalam suatu reaksi ditandai
dengan keberhasilan mengisolasi atau mengidentifikasi keberadaan senyawa
antara atau madya yang terjadi sebelum senyawa produk terbentuk. Senyawa produk
merupakan hasil peruraian dari senyawa madya. Sehingga dalam pengertian reaksi
kinetis adalah reaksi yang memiliki spesies tidak hanya reaktan dan produk
tetapi juga memiliki spesies lain yang disebut dengan zat antara atau madya.
Spesies reaktan dan spesies produk memiliki tingkat kestabilan lebih tinggi dari
madya, dimana madya memiliki tingkat kestabilan yang juga lebih tinggi dibanding
dengan tingkat kestabilan kompleks teraktivasi. Reaktan dan produk memiliki
waktu kestabilan yang lebih tinggi dari waktu kestabilan madya dan kompleks
teraktivasi, treaktan, tproduk, > tmadya
> tkompleks teraktivasi. Reaksi kinetis sering disebut sebagai
reaksi yang berlangsung dalam beberapa tahap atau disebut sebagai reaksi rumit
(complex reaction).
Zat antara (madya) merupakan senyawa yang terbentuk selama
berlangsungnya proses reaksi, senyawa tersebut memiliki waktu kestabilan yang
lebih tinggi dari kompleks teraktivasi sehingga dapat diisolasi dan memiliki
struktur senyawa yang jelas (riil) bukan abstrak (imajiner) seperti yang terjadi
pada kompleks teraktivasi. Walaupun demikian madya akan segera terdissosiasi
menjadi senyawa produk. Jumlah tahapan reaksi yang terbentuk selama reaksi
tergantung pada jumlah madya yang terbentuk, makin banyak jumlah madya yang
mampu terisolasi selama proses reaksi tahapan reaksi yang terjadi juga semakin
banyak. Keberhasilan pendekatan kinetis sangat bergantung pada fakta-fakta
eksperimental yang diperoleh selama mengkaji suatu reaksi dan ini sangat tergantung
pada teknologi isolasi dan teknologi identifikasi dan karakterisasi senyawa
madya yang biasanya memiliki waktu stabilitas yang lebih pendek dari senyawa
produk. Reaksi kimia yang telah berhasil dikaji secara kinetis diartikan
sebagai reaksi yang telah memiliki mekanisme reaksi atau tahapan reaksi dan
sering disebut sebagai reaksi lambat, sedangkan reaksi yang belum berhasil
dikaji mekanismenya disebut dengan reaksi cepat. Contoh reaksi lambat adalah
reaksi penyulihan ligan pada senyawa kompleks logam, contoh reaksi cepat adalah
reaksi asam-basa. Dalam kajian dengan melalui pendekatan kinetis akan
dihasilkan fakta-fakta eksperimental yang dikenal sebagai besaran kinetis,
yaitu r (laju reaksi), k (tetapan laju reaksi), t (waktu reaksi), t1/2
(waktu paroh reaksi), waktu hidup madya
(madya life time). Dengan berkembangnya
teknologi identifikasi dan karakterisasi senyawa dari waktu ke waktu memberikan
arti pula pada perkembangan keberhasilan para ahli kimia dalam mengungkap
mekanisme suatu reaksi, sehingga reaksi yang pada masa-masa lalu dikenal
sebagai reaksi cepat akan berubah sebutannya menjadi reaksi lambat karena
mekanismenya telah berhasil diungkap.
Dalam kajian dengan pendekatan termodinamis, kesimpulan
termodinamis suatu reaksi disusun atas besaran termodinamis yang dimiliki oleh
senyawa sebelum dan sesudah reaksi. Sedangkan dalam kajian dengan pendekatan
kinetis, kesimpulan kinetis dari suatu reaksi disusun atas besaran kinetis yang
dimiliki reaksi dimana besaran-besaran kinetis ini biasanya juga ditentukan
oleh besaran-besaran termodinamis yang dimiliki oleh senyawa sebelum dan
sesudah reaksi. Karena sifat besaran termodinamis dan kinetis yang berbeda maka
kesimpulan-kesimpulan termodinamis yang dimiliki oleh suatu reaksi tidak
otomatis berbanding lurus dengan rumusan kesimpulan kinetis begitu pula
sebaliknya.
Laju reaksi merupakan besaran kinetis yang dimaknai sebagai
cepat atau lambatnya suatu senyawa untuk bereaksi, laju reaksi cepat berarti
senyawa tersebut mudah bereaksi atau senyawa tersebut adalah labil (labile) dan jika lambat bereaksi disebut lembam (inert). Istilah labil
dan lembam merupakan istilah yang bersifat kinetis atau disebut sebagai besaran
kinetis. Labilitas sering juga disebut sebagai stabilitas kinetik. Sedangkan tetapan
kesetimbangan yang merupakan besaran termodinamis yang memberikan gambaran
tentang sifat stabilitas suatu senyawa. Senyawa stabil (harga K yang besar)
adalah senyawa yang tidak mudah bereaksi, dan senyawa tak stabil (harga
K yang kecil) adalah senyawa yang mudah untuk bereaksi. Senyawa stabil atau
stabilitas suatu senyawa adalah istilah termodinamis, sedangkan derajat
kemudahan reaksi atau labilitas adalah istilah kinetis. Kesimpulan
kinetis belum tentu tepat hasilnya jika dibangun hanya oleh besaran
termodinamis dan sebaliknya. Oleh karena itu, kesimpulan kinetis sebaiknya
hanya dibangun oleh besaran-besaran kinetis.
Arryanto, Yateman, 2013, Seri
Reaksi Anorganik Mekanisme Reaksi Anorganik, Penerbit Gala Ilmu Semesta,
Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar