Ciri Manusia Modern adalah Rebahan,
Bukan Olahraga
Tiba-tiba malas olahraga? Itu wajar karena otak lebih
kuat mengajak kita untuk bersantai, berbaring saja.
Luki Aulia
Sudah menggebu-gebu,
dengan semangat ’45, niat olahraga bisa tiba-tiba batal. Sebab, orang seperti
mendengar bisikan dari dalam kepalanya, seperti “mending tidur”, “santai-santai
di rumah sajalah”, atau “langit mendung, pasti akan hujan”. Ternyata itu wajar
dan memang sifat alamiah manusia.
Dalam laporan pada akhir
Januari 2024, majalah Time menulis bahwa manusia modern lebih cenderung
bersantai-santai dibandingkan bergerak. Bentuk istirahatnya bisa duduk atau
sekalian rebahan.
Salah satu penelitian
Universitas Ottawa, Kanada, pada 2018, membuktikan orang yang tadinya semangat
olahraga bisa mendadak merasa malas. Sebab, otak manusia membuat orang tidak
ingin berolahraga.
Periset di universitas
itu, Matthieu Boisgontier, mengatakan, terlihat bukti-bukti orang lebih
cenderung memilih bersantai daripada susah payah bergerak. Salah satu buktinya,
orang lebih suka menggunakan tangga berjalan dibandingkan tangga biasa.
Naluri alamiah manusia
ini pada dasarnya tidak buruk. Masalahnya, kehidupan modern memberi kita begitu
banyak alasan atau peluang untuk menyerah pada pilihan istirahat dan ini sudah di
tingkat tidak baik bagi kesehatan. Jam kerja panjang, badan yang jarang
bergerak, ditambah infrastruktur yang membuat orang lebih memilih naik mobil,
memperburuk kualitas kesehatan.
Pakar psikologi olahraga
di Universitas Leeds Beckett, Inggris, Jackie Hargreaves, menambahkan, banyak
orang juga tidak sadar menyimpan perasaan negatif terhadap olahraga sejak masa
kanak-kanak. Terkadang, hal ini juga terkait dengan urusan kepercayaan diri.
Penelitian menunjukkan, orang-orang yang menganggap diri mereka sebagai “orang
yang berolahraga” dengan lebih kompeten cenderung melakukan rutinitas rutin.
Evolusi
Bergerak awalnya adalah
soal bertahan hidup. Dulu, manusia harus berburu atau menanam. Semua
membutuhkan gerak fisik. Manusia berevolusi untuk menoleransi aktivitas tingkat
tinggi, tetapi cenderung beristirahat jika memungkinkan.
Ahli biologi evolusi
manusia dan penulis buku Exercised: Why Something We Never Evolved to Do Is
Healhty and Rewarding, Daniel Lieberman, mengatakan, istirahat iu untuk
menghemat energi.
Manusia di era meramu,
mau tidak mau, harus bergerak. Hal itu bukan untuk olahraga, melainkan hidup.
“Manusia dulu tidak berlari sekadar untuk bakar kalori. Dari sudut pandang
evolusi, tindakan itu bodoh dan membuang-buang energi untuk sesuatu yang tidak memberi
manfaat apa pun. Sekarang kita tidak lagi banyak bergerak. Namun, naluri
revolusioner untuk menghemat energi itu tetap ada. Pikiran seperti saya malas
dan tidak ingin olahraga itu hal normal dan wajar,” tuturnya.
Sebaliknya, berbagai
penelitian lain juga menunjukkan bergerak itu bermanfaat bagi aspek kesehatan.
Bisa meningkatkan kualitas tidur, kesejahteraan mental, mengurangi risiko
kondisi kronis, dan kematian dini.
Terlebih lagi, penelitian
menunjukkan olahraga berdampak positif meskipun dilakukan dalam waktu yang
sangat singkat. Meski begitu, tetap saja banyak orang kurang berolahraga.
Menurut hasil studi
terbaru Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan AS, kurang dari sepertiga
orang dewasa melakukan gerakan aerobik intensitas sedang (seperti jalan cepat)
selama 20 menit setiap hari, ditambah dengan melatih otot dan sesi penguatan
(seperti latihan ketahanan) setiap minggu. Waktu 20 menit itu merupakan
intensitas aktivitas fisik yang direkomendasikan Pemerintah AS.
Orang dewasa yang sehat
direkomendasikan meluangkan waktu 150 menit per minggu atau kira-kira 20 menit
sehari untuk latihan aerobik intensitas sedang. Selain itu, direkomendasikan
juga setidaknya dua hari per pekan untuk angkat beban atau aktivitas lain untuk
menguatkan otot.
Menurut penelitian Pusat
Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS, hanya 28 persen warga AS yang
benar-benar mengikuti anjuran itu. Kesimpulan itu didasarkan jawaban 300.000
responden Survei Wawancara Kesehatan Nasional 2020.
Lebih mengejutkan lagi,
orang desa malah lebih cenderung jarang berolahraga. Hanya 16 persen orang di
luar kota memenuhi standar aktivitas aerobik dan penguatan otot.
Para peneliti
merekomendasikan agar dilakukan peningkatan fasilitas olahraga dan ruang fisik
di perkotaan dan pedesaan. Tujuannya, menarik orang untuk beraktivitas.
Kesehatan jantung
Demi kesehatan jantung,
setiap gerakan tubuh sangat berarti. Risiko penyakit jantung paling rendah
terlihat pada orang yang paling banyak berolahraga. Menurut Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO), penyakit kardiovaskular adalah penyebab kematian nomor
satu di dunia dan membunuh hampir 18 juta orang per tahun secara global.
Guru Besar Universitas
Oxford, Inggris, Aiden Doherty menemukan, 25 persen orang teratas yang
melakukan aktivitas dengan intensitas tinggi memiliki rata-rata penurunan
risiko penyakit jantung hingga 63 persen. Bagi yang melakukan intensitas
sedang, risiko penyakit jantungnya berkurang hingga 57 persen.
Hal itu didasarkan
risetnya pada 90.000 orang dalam periode lima tahun. “Temuan ini membantah
mitos bahwa ada batasan Anda tidak boleh melakukan olahraga lebih banyak, tidak
ada batasan aktivitas apa yang harus dilakukan untuk menyehatkan jantung,” kata
Rema Ramakrishnan, ahli biostatistik dan epidemiologi di Universitas Oxford
yang ikut penelitian itu.
Doherty mengatakan, hasil
penelitian ini mendukung rekomendasi WHO bahwa orang harus melakukan setidaknya
150-300 menit latihan aerobik sedang hingga berat dalam seminggu. Penelitian
yang diterbitkan dalam jurnal PLOS Medicine ini menggunakan alat pelacak
aktivitas yang dikenakan di pergelangan tangan atau akselerometer untuk
mencatat aktivitas 90.000 partisipan secara akurat. Hasil yang diperoleh serupa
pada laki-laki dan perempuan meski manfaat olahraga berat tampaknya sangat kuat
pada perempuan.
Agar tetap semangat
olahraga dan membangkitkan motivasi olahraga, psikolog olahraga di West
Virginia University, Sam Zizi, menyarankan memulai dari yang mudah. Seseorang
harus merasa nyaman dengan kemampuan dirinya terlebih dahulu kemudian menemukan
motivasi berolahraga.
Dia merekomendasikan
mulai dari berjalan kaki selama beberapa menit per hari. Mengamati teman sebaya
melakukan apa yang ingin Anda lakukan, terutama jika mereka memiliki usia,
jenis kelamin, atau status kesehatan yang sama, dapat membantu menyadari bahwa
Anda juga bisa mencapainya.
Hargreaves juga
menyarankan agar konsep olahraga diubah. Tidak perlu menghabiskan waktu satu
jam untuk olahraga di tempat-tempat khusus. Cukup beberapa menit saja setiap
hari dan bisa juga dengan, misalnya, mengerjakan pekerjaan rumah, seperti
membersihkan rumah atau menyiangi taman. Itu saja sudah sangat baik untuk
pikiran dan tubuh.
“Ini soal bergerak saja
dan menemukan cara bergerak yang benar-benar menyenangkan. Dan ini bisa
berbeda-beda untuk setiap orang,” ujarnya.
Menggabungkan olahraga
dengan sesuatu yang diinginkan atau harus dilakukan bisa membantu seseorang
mengabaikan bagian otak yang mengajak kita berbaring bersantai-santai saja di
sofa.
Teropong
KOMPAS, SENIN, 5 FEBRUARI 2024
Tidak ada komentar:
Posting Komentar