Tri Suhartini
Bersih Tanpa Mencemari
Tri Suhartini (51) membuktikan, sarana kebersihan
diri, seperti sabun dan sampo, bisa diproduksi tanpa bahan kimia pabrikan dan
pembungkus yang bisa mencemari lingkungan. Atas idealism dan karyanya itu, ia
diganjar penghargaan internasional.
Dahono Fitrianto
Alumnus Jurusan Kimia
Universitas Diponegoro, Semarang, itu, awalnya bekerja menerapkan ilmunya di
sejumlah perusahaan kimia multinasional di seputaran Jakarta. Dia, antara lain,
membuat lapisan ceramic coating.
Namun pada 2017,
seseorang yang sudah ia anggap sebagai orangtuanya menyuruhnya berhenti dan
pulang ke kampung halamannya di Magelang. “Orangtua saya sudah lama meninggal,
jadi saya anggap sesepuh ini sebagai orangtua sendiri. Beliau berkata kepada
saya, ‘ngapain di sana, nyugihke Londo (memperkaya orang asing). Pulang
saja. Kamu harus menjadi lebih berguna bagi lebih banyak orang’,” tutur Tri,
saat ditemui di Semarang, Jawa Tengah, Kamis (1/2/2024).
Saran orangtua itu
benar-benar dia turuti. Awalnya dia tidak tahu apa yang harus dilakukan. Dia
pun masuk dunia pesantren dan mengajari para santrinya berbagai keterampilan
hidup, seperti bercocok tanam.
“Dari ngajari para
santri itu lama-lama jadi tahu ada bahan-bahan di sekitar kita yang bisa dibuat
sarana kebersihan diri, seperti sabun dan sampo. Sampo, misalnya, dibuat dari
lerak (Sapindus rarak), buah-buahan kecil yang memiliki kandungan
saponin tinggi,” ujarnya.
Ia juga memanfaatkan
berbagai bahan yang ada di sekitarnya, seperti minyak kelapa, cem-ceman
(rendaman) daun urang-aring, daun mangkokan (Polyscias scutellaria),
pandan, rosemary, sereh, dan citronella.
Lama-lama kegiatan itu
dikembangkan menjadi industri skala kecil. Pada 2018, Tri mendirikan perusahaan
kecil bernama Ecovivo Daya Lestari untuk memayungi produksi sampo dan sabun
dengan kearifan lokalnya. Namun, ia masih gelisah karena produknya masih
menyisakan sampah yang bisa mencemari lingkungan.
“Seperti sampo cair,
misalnya, masih butuh kemasan botol yang lagi-lagi bahannya dari plastik.
Sampah kemasan ini tetap bisa mencemari lingkungan,” kenang Tri.
Tanpa sampah
Ia lalu memutar otak dan
keluar dengan ide membuat sampo bentuk padat. Tri juga mencari bahan pembungkus
yang tidak terbuat dari plastik atau bahan yang sulit diurai oleh alam lainnya.
Ia menemukan daun pisang
yang sudah dikeringkan (klaras) sebagai pembungkus dalam dan lapisan batang
gedebok pisang yang dikeringkan sebagai pembungkus luar. Ada juga anyaman
pandan yang dipakai untuk bungkus luar ini.
“Intinya bungkus yang
punya porositas dan bisa nahan kelembaban, dan tidak mencemari
lingkungan karena bisa diuraikan oleh tanah,” katanya.
Tri semaksimal mungkin
memanfaatkan bahan-bahan yang ada di sekitar tempat tinggalnya untuk melibatkan
para petani dan perajin lokal guna menanam dan memproduksi bahan maupun
bungkusnya sehingga terjadi gelombang ekonomi sirkuler.
Tahun 2018, ia masih
membuat semuanya sendiri. Setahun kemudian, dia sudah melibatkan tenaga kerja
dari luar. Saat ini, Tri mempekerjakan dua tenaga tetap untuk memproduksi produk-produknya.
Namun, di belakang mereka, ada para petani yang membuat minyak kelapa, menanam
kecombrang, citronella, dan sebagainya. “Saat ini ada setidaknya tujuh
petani yang saya libatkan dan tiga ibu-ibu tetangga untuk membuat kemasannya,”
papar Tri.
Usahanya berkembang pesat
pada 2019, sampai dia memiliki situs sendiri untuk memasarkan produk-produknya.
Di luar itu, ia bekerja sama dengan peritel produk kerajinan organik di
Yogyakarta. Berbagai pameran pun ia ikuti sehingga produk-produknya mulai dikenal
baik di dalam maupun luar negeri. “Konsumen di Yogyakarta juga kebanyakan turis
asing,” ujarnya.
Produknya pun berkembang,
tak hanya sabun dan sampo, tetapi juga teh herbal dan limbah teh herbal yang ia
buat menjadi bahan isian rokok tanpa tembakau. Sisa-sisa bahan herbal untuk
teh, seperti tulang-tulang daun sereh, citronella, mint,
kecombrang, dan residu ekoenzim ia kumpulkan untuk kemudian dilinting dengan
kertas rokok menjadi rokok tanpa nikotin.
Pada 2021, produknya
untuk pertama kali dikirim ke luar negeri. Sampo batangan dan teh herbal sempat
dikirim ke Singapura atas dukungan Asia Business Trade Association. Tahun
berikutnya, produknya kembali dikirim ke Singapura dan Belgia dalam program
yang disponsori Bank Indonesia.
Nilai berkelanjutan
Menurut Tri, pasar
produknya menurun setelah pandemi. “Pasar offline (luring) dibanjiri
produk-produk dengan harga lebih murah. Sementara untuk jualan online
(daring) harus pasang iklan daring pula,” jelasnya.
Saat ini dia masih
memproduksi 300 batang sabun dan sampo dan 100 bungkus teh herbal tiap bulan.
untuk rokok herbal, baru dia mulai tahun lalu dengan jumlah sekitar 20 persen
dari produk teh herbalnya.
Mei 2023, produknya yang
dinilai kompetitif secara ekonomi, memiliki nilai-nilai berkelanjutan, dan
memiliki pengaruh sosial maupun iklim terpilih mendapat penghargaan Good Design
Indonesia dari Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian
Perdagangan.
Pada Agustus 2023,
Ecovivo meraih penghargaan Good Design Award International untuk kategori sanitari
yang diselenggarakan Japan Institute of Design Promotion di Jepang. Ia terpilih
di antara 5.000 peserta dari 25 negara. Tri mengakui, penghargaan ini membuka
jaringan relasi dan peluang baru untuk kian memperkenalkan dan memperluas
distribusi produknya.
Namu, Tri tak berambisi
membuat produk-produknya sebagai produk massal. Hingga hari ini, dia masih
menggunakan modal sendiri untuk berproduksi dan mengaku masih takut mengambil
kreit dari bank. “Saya tak akan menyaingi Unilever dan P&G. saya ingin bertumbuh
tidak berdasar kapasitas produksi yang tinggi. Yang penting membuka pasar dan
menyiapkan komunitas untuk memproduksi saat demand pasar meningkat,”
ungkapnya.
Tri justru berniat agar
bisnisnya suatu saat memiliki semacam pesantren ekologi, di mana dia bisa
berbagi keterampilan, kearifan lokal, dan ekonomi sirkuler. “Ini tujuan ke
depan. Sebuah pesantren yang inklusif. Kapasitas produksi harus berkembang
bersama berkembangnya lingkaran masyarakat yang bergerak di ekonomi sirkuler
dari pesantren ekologi ini,” tandasnya.
Sosok
KOMPAS, SABTU, 17 FEBRUARI 2024
Tidak ada komentar:
Posting Komentar