Halaman

Minggu, 29 Mei 2016

Cerita Tentang Seorang Alim dan Seorang Pendayung Perahu



Cerita Tentang Seorang Alim dan Seorang Pendayung Perahu

            “Suatu masa ada seorang alim yang sangat terkenal. Pada suatu hari, sang alim itu butuh jasa angkutan perahu untuk menyeberangi danau. Kebetulan, pada hari itu ia dapat perahu yang begitu kusam dan tua. Perahu itu milik seseorang berpakaian lusuh dan miskin. Namun, sang alim harus menaikinya. Saat itu ia merasa sangat risih dan sibuk membersihkan tempat duduk agar tidak mengotori pakaiannya. Tak disangka, perahu bergoyang-goyang sehingga sang alim terlihat akan jatuh. Spontan, sang pendayung segera mengulurkan tangannya. Sang alim itu rupanya bersikap sombong. Ia tidak mau memegang tangan sang pendayung perahu karena kotor dan bengkak-bengkak.
Sang alim terus menggerutu, mengeluhkan kondisi perahu.
‘Sungguh jelek sekali perahu ini. Busuk, kotor, dan sama sekali tidak terawat. Semoga kita bisa selamat sampai seberang!’
Sang pendayung perahu miskin itu tidak menjawab apa-apa meski di dalam hati ia sangat merasa sakit.
‘Apakah seumur hidup kamu pernah sekolah, belajar ilmu?’
‘Sayang sekali belum pernah, Tuan. Saya sangat miskin sehingga tidak punya kemampuan untuk sekolah. Satu-satunya ilmu yang saya ketahui hanya mendayung perahu seperti ini untuk mendapatkan rezeki yang halal.’
‘Ah, katakan saja hidupmu telah terbuang sia-sia karena menjadi orang bodoh.’
Tiba-tiba, cuaca menjadi mendung. Ombak dan riak di danau menjadi kencang dan tinggi, mengombang-ambingkan perahu. Saat itu, kesempatan bertanya jatuh pada sang pendayung perahu:
‘Tuan, apakah Anda bisa berenang?’
Sang alim kali ini merasa ketakutan dengan terjangan ombak yang siap merenggut nyawanya.
‘Oh, tidak saudaraku pendayung perahu.’
‘Ah, hidup Anda akan habis percuma karena sebentar lagi kapal akan tenggelam.’
Dalam kisah ini, salah satu ilmu yang tidak diketahui sang alim adalah ilmu rendah hati.
Jika dirimu menjauhkan dari sifat menyombongkan diri, seraya menghiasi diri dengan kerendahan hati, berarti engkau telah membunuh satu nafsumu. Lautan tidak akan menenggelamkan jasadmu yang telah mati. Ia akan mengapungkannya sampai terdampar ke pinggirannya. Sementara itu, harta, pangkat, dan jabatan adalah beban yang akan memberatkanmu hingga dapat menyebabkan tenggelam. Bahkan sampai dapat tenggelam ke dasar lautan. Tidak mungkin dengan beban itu engkau dapat terapung ke permukaan. Namun, jika engkau dapat memisahkan diri dari beban nafsu, engkau pun akan terapung dengan rahasia lautan.”

Kutipan dari novel:
Maryam – Bunda Suci Sang Nabi -

Tidak ada komentar: