Halaman

Jumat, 20 Mei 2016

Kisah Sang Kunang-Kunang



Kisah Sang Kunang-Kunang
“Seorang pemimpin tua Negeri Kunang bertahun-tahun selalu bercerita tentang kisah sebuah lilin kepada murid-muridnya yang juga sangat disukai mereka. Seluruh murid menganggap diri mereka telah memahami dengan baik arti cinta yang disebut lilin itu.
            Seorang murid berdiri di depan kelas, kemudian mulai menceritakan semua pengalamannya yang berkaitan dengan lilin. Riuh redam tepuk tangan pun membanjirinya, dan ia pun dinobatkan sebagai juara sekolah.
            Namun, apa mau dikata, si tua sang pemimpin Negeri Kunang mengumumkan bahwa si murid berilmu tadi hanya dianggap sebagai “mengetahui”.
            Kemudian, bertanyalah sang pemimpin, ‘Wahai anak-anakku, adakah di antara kalian yang pernah mengamati lilin dari dekat?’ Karena tak ada tanggapan, seorang murid pemberani segera maju ke depan kelas dan berjanji akan mengamati lilin dari dekat di jendela sebuah penginapan. Sang pemimpin member selamat kepada sang murid.
            Akhirnya, sang murid memulai perjalanan penuh aral itu. Setelah menempuh bermacam-macam kesulitan dan marabahaya, sampailah ia ke sebuah penginapan. Murid itu pun akhirnya dapat memenuhi janjinya, mengamati lilin dari dekat. Setelah puas mengamati lilin yang menyala itu, ia memutuskan pulang. Begitu banyak hal yang ingin diceritakannya. Mereka belum pernah melihat lilin mendengarkan ceritanya sambil menahan napas. Mereka lalu mulai memberinya selamat yang teramat tulus dari lubuk hati.
            Namun, si tua pemimpin Negeri Kunang mengatakan bahwa si murid baru sampai pada tahapan ilmu “ainul yaqin”.
            Ia lalu bertanya kembali, ‘Adakah di antara kalian yang pernah berada di dekat lilin?’ Karena tak ada tanggapan, seorang murid pemberani segera maju ke depan kelas dan berjanji akan berada di sisi lilin itu. Diiringi ungkapan selamat dari teman-temannya, ia pun memulai perjalanan berbahaya itu. Berhari-hari dan berbulan-bulan lamanya perjalanan penuh aral, halangan, dan cobaan ditempuhnya. Akhirnya, ketika sampai ke penginapan yang dimaksud, kunang-kunang kecil itu menyadari bahwa apa yang dikatakan teman-temannya itu benar. Lilin itu benar-benar indah. Dengan pancaran cahaya yang sempurna, lilin itu mengundang sang kunang-kunang ke dekatnya. Matanya yang dibutakan cinta sudah tak lagi melihat apa pun di dunia. Kunang-kunang itu pun jatuh menabrak lilin. Ia berusaha kembali menggapai sang lilin. Namun, yang terjadi adalah sayap dan tubuhnya terbakar habis. Ia menemui kesialan justru pada lilin yang dicintainya. Teman-temannya yang mengetahui kejadian itu menangisi kepergiannya akibat jatuh ke dalam lautan cinta itu.
            Si tua pemimpin Negeri Kunang kemudian mengatakan bahwa yang patut mendapat ungkapan selamat adalah teman mereka yang mati itu. ‘Nah, teman kalian inilah yang disebut memiliki pengetahuan “haqqul yaqin”. Di antara kita semua, dialah yang paling tahu dan benar pemahamannya atas perkara lilin itu. Ia telah melawan serta menghancurkan segenap hawa nafsunya untuk menemukan hakikat kekasihnya. Sebuah puntung saat bertemu dengan abunya. Kematian, bagi kita, adalah hari raya,’ kata sang pemimpin menutup pelajarannya.”

Kutipan dari novel:
Khadijah: Ketika Rahasia Mim Tersingkap

Tidak ada komentar: