Kisah Sang Kunang-Kunang
“Seorang pemimpin tua Negeri Kunang bertahun-tahun selalu bercerita
tentang kisah sebuah lilin kepada murid-muridnya yang juga sangat disukai
mereka. Seluruh murid menganggap diri mereka telah memahami dengan baik arti
cinta yang disebut lilin itu.
Seorang murid berdiri di depan
kelas, kemudian mulai menceritakan semua pengalamannya yang berkaitan dengan
lilin. Riuh redam tepuk tangan pun membanjirinya, dan ia pun dinobatkan sebagai
juara sekolah.
Namun, apa mau dikata, si tua sang
pemimpin Negeri Kunang mengumumkan bahwa si murid berilmu tadi hanya dianggap
sebagai “mengetahui”.
Kemudian, bertanyalah sang pemimpin,
‘Wahai anak-anakku, adakah di antara kalian yang pernah mengamati lilin dari
dekat?’ Karena tak ada tanggapan, seorang murid pemberani segera maju ke depan
kelas dan berjanji akan mengamati lilin dari dekat di jendela sebuah
penginapan. Sang pemimpin member selamat kepada sang murid.
Akhirnya, sang murid memulai
perjalanan penuh aral itu. Setelah menempuh bermacam-macam kesulitan dan
marabahaya, sampailah ia ke sebuah penginapan. Murid itu pun akhirnya dapat
memenuhi janjinya, mengamati lilin dari dekat. Setelah puas mengamati lilin
yang menyala itu, ia memutuskan pulang. Begitu banyak hal yang ingin
diceritakannya. Mereka belum pernah melihat lilin mendengarkan ceritanya sambil
menahan napas. Mereka lalu mulai memberinya selamat yang teramat tulus dari
lubuk hati.
Namun, si tua pemimpin Negeri Kunang
mengatakan bahwa si murid baru sampai pada tahapan ilmu “ainul yaqin”.
Ia lalu bertanya kembali, ‘Adakah di
antara kalian yang pernah berada di dekat lilin?’ Karena tak ada tanggapan,
seorang murid pemberani segera maju ke depan kelas dan berjanji akan berada di
sisi lilin itu. Diiringi ungkapan selamat dari teman-temannya, ia pun memulai
perjalanan berbahaya itu. Berhari-hari dan berbulan-bulan lamanya perjalanan
penuh aral, halangan, dan cobaan ditempuhnya. Akhirnya, ketika sampai ke
penginapan yang dimaksud, kunang-kunang kecil itu menyadari bahwa apa yang
dikatakan teman-temannya itu benar. Lilin itu benar-benar indah. Dengan pancaran
cahaya yang sempurna, lilin itu mengundang sang kunang-kunang ke dekatnya. Matanya
yang dibutakan cinta sudah tak lagi melihat apa pun di dunia. Kunang-kunang itu
pun jatuh menabrak lilin. Ia berusaha kembali menggapai sang lilin. Namun, yang
terjadi adalah sayap dan tubuhnya terbakar habis. Ia menemui kesialan justru
pada lilin yang dicintainya. Teman-temannya yang mengetahui kejadian itu
menangisi kepergiannya akibat jatuh ke dalam lautan cinta itu.
Si tua pemimpin Negeri Kunang
kemudian mengatakan bahwa yang patut mendapat ungkapan selamat adalah teman
mereka yang mati itu. ‘Nah, teman kalian inilah yang disebut memiliki
pengetahuan “haqqul yaqin”. Di antara
kita semua, dialah yang paling tahu dan benar pemahamannya atas perkara lilin
itu. Ia telah melawan serta menghancurkan segenap hawa nafsunya untuk menemukan
hakikat kekasihnya. Sebuah puntung saat bertemu dengan abunya. Kematian, bagi
kita, adalah hari raya,’ kata sang pemimpin menutup pelajarannya.”
Kutipan dari
novel:
Khadijah: Ketika Rahasia Mim
Tersingkap
Tidak ada komentar:
Posting Komentar