Halaman

Selasa, 20 Desember 2016

Gadis Cerdas, Gadis Impian

Gadis Cerdas, Gadis Impian

Ada seorang pemuda Arab yang tampan, shalih, dan sangat cerdas. Dia ingin menikah dengan seorang gadis shalihah dan cerdas seperti dirinya. Maka, mulailah dia mengembara dari satu kabilah ke kabilah lain, untuk mencari gadis impiannya.
Suatu ketika, dia berjalan menuju kabilah di Yaman. Di tengah perjalanan, dia berjumpa dengan seorang lelaki. Akhirnya, dia berjalan bersama lelaki itu.
Pemuda itu menyapa, “Hai Tuan, apakah kau bisa membawaku dan aku membawamu?”
Spontan lelaki itu menjawab, “Hai bodoh, kau ini bagaimana? Aku menunggang kuda dan kau juga menunggang kuda. Bagaimana kita bisa saling membawa?”
Pemuda itu diam saja mendengar jawaban lelaki itu.
Kemudian, keduanya melanjutkan perjalanan. Lalu, mereka melewati sebuah kampung. Kampung itu yang dikelilingi oleh kebun yang sudah tiba masa panennya.
Pemuda itu bertanya, “Menurutmu, buah-buahan itu sudah dimakan oleh pemiliknya, atau belum, ya?”
Seketika, lelaki itu menjawab, “Pertanyaan itu aneh sekali! Kamu sendiri melihat dengan mata dan kepalamu, buah-buahan itu masih ada di pohonnya dan belum dipanen, kok kamu bertanya, apakah buah-buahan itu sudah dimakan oleh pemiliknya atau belum?”
Pemuda itu hanya diam dan tidak menjawab pertanyaan lelaki itu.
Kemudian, mereka melanjutkan perjalanan. Baru sebentar perjalanan, mereka bertemu dengan orang-orang yang sedang mengiring jenazah.
Pemuda itu berkata, “Menurutmu, yang diiring dalam keranda itu masih hidup atau sudah mati, ya?”
Lelaki itu menjawab, “Aku semakin tidak paham denganmu. Aku tidak pernah menemukan pemuda yang lebih bodoh darimu. Ya, jelas! Jenazah itu akan dibawa untuk dikuburkan. Tentu dia sudah mati.”
Pemuda itu kembali diam dan tidak menjawab sepatah kata pun atas komentar lelaki itu. Akhirnya, keduanya sampai di rumah lelaki itu. Dia mengajak pemuda itu menginap di rumahnya. Dia merasa kasihan, sebab pemuda itu terlihat sudah sangat letih.
Lelaki itu memiliki seorang gadis yang sangat cantik
Begitu ada seorang tamu menginap, anak gadisnya itu bertanya, “Ayah, siapa dia?”
“Dia itu pemuda paling bodoh yang pernah aku temukan,” jawab ayahnya.
Anak gadisnya itu malah penasaran. Dia mengejar dengan pertanyaan berikutnya, “Bodoh bagaimana?”
Ayahnya langsung menceritakan awal pertemuannya dengan pemuda itu dan dengan segala perkataan serta pertanyaannya.
Mendengar cerita ayahnya, anak gadis itu berkata, “Ayah ini bagaimana? Dia itu tidak bodoh. Justru dia sangat cerdas dan pandai. Kata-katanya mengandung makna tersirat. Ketika dia mengatakan, ‘Apakah kau bisa membawaku dan aku membawamu?’, sebenarnya maksudnya adalah, ‘Apakah kita bisa saling berbincang-bincang sehingga bisa membawa kita pada suasana yang lebih akrab?’ Ketika dia mengatakan, ‘Buah-buahan itu sudah dimakan oleh pemiliknya atau belum?’ Ia memaksudkan, ‘Apakah pemiliknya sudah menjualnya ketika sebelum dipanen, atau belum?’ Sebab, jika telah menjualnya, pemiliknya tentu menerima uangnya dan membelanjakannya untuk makan dia dan keluarganya. Kemudian, ketika dia bertanya, ‘Apakah jenazah di dalam keranda itu masih hidup atau sudah mati?’ Maksudnya, ‘Apakah jenazah itu memiliki anak yang bisa melanjutkan perjuangannya atau tidak?’
Setelah mendengarkan apa yang dikatakan putrinya, lelaki itu keluar menemui pemuda itu. Dia meminta maaf atas perkataannya yang membodoh-bodohkan pemuda itu. Keduanya lalu berbincang-bincang.
Lelaki itu berkata, “Sekarang aku baru tahu apa maksud pertanyaan-pertanyaanmu dalam perjalanan tadi.”
Lalu, dia menjelaskan seperti yang dikatakan putrinya.
Mendengar itu, sang pemuda bertanya, “Saya yakin itu bukan lahir dari pikiranmu sendiri dan bukan perkataanmu, demi Allah, katakanlah padaku siapa yang mengatakannya?”
“Yang mengatakan hal itu adalah putriku,” jawab lelaki itu.
Spontan pemuda itu berkata, “Apakah kau mau menikahkan aku dengan putrimu?”
“Ya.”
Begitulah, setelah melalui pengembaraan panjang, akhirnya pemuda itu menemukan pendamping hidup yang dia impikan.


Dari buku antologi kisah Ketika Cinta Berbuah Surga, karya Habiburrahman El Shirazy.

Tidak ada komentar: