Kompetensi Kepemimpinan di Pesantren
Para pengamat pendidikan
di Indonesia mengakui bahwa pesantren telah banyak menghasilkan pemimpin. Menurut
Mukti Ali, tidak sedikit pemimpin di Indonesia, baik pemimpin pemerintahan
maupun bukan, besar maupun kecil, yang dilahirkan oleh pesantren.1
Kepemimpinan di pesantren
selama ini pada umumnya berjalan secara alamiah.2 Baik dalam hal
pengembangan sistem pendidikannya maupun dalam proses pembinaan calon
pimpinannya, pesantren belum menetapkan suatu formula yang bersifat tetap dan
teratur. Pembinaan dan pengembangan semacam itu diharapkan mampu menghasilkan
kontinuitas kepemimpinan yang baik, namun pada kenyataannya yang terjadi
tidaklah selalu menggembirakan. Akibatnya, seringkali terjadi penurunan
kualitas kepemimpinan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Oleh karena itu,
menyiapkan kepemimpinan yang kompeten, mutlak diperlukan oleh setiap pesantren.
Kompetensi adalah kemampuan seorang pemimpin dalam menangani berbagai tugas dan
memecahkan berbagai masalah dalam rangka mencapai tujuan. Kompetensi adalah
benih-benih kemampuan yang harus dipupuk dengan berbagai proses pembelajaran
dan pelatihan, ketekunan, kesungguhan, dan keberanian dalam mengambil risiko. Kompetensi
mustahil dapat dibangun dalam waktu sehari saja karena ia tak ubahnya mata
rantai dari suatu proses yang panjang.
Seorang pemimpin yang
kompeten tidak lahir begitu saja, tetapi ia datang dari suatu perjalanan
panjang. Kompetensi seorang pemimpin selalu berbanding searah dengan tingkat
profesionalismenya. Penyebaran kompetensi secara merata di kalangan para
pengikutnya akan membuat lembaga yang dipimpinnya semakin berkualitas. Itulah mengapa
membangun kompetensi merupakan usaha yang tak kenal henti. Pengalaman telah
membuktikan bahwa lembaga yang berhasil adalah lembaga yang dikelola oleh
mereka yang kompeten dalam bidangnya masing-masing. Hal ini juga sejalan dengan
salah satu sabda Rasulullah SAW., “Apabila suatu perkara diserahkan kepada yang
bukan ahlinya maka tunggulah kehancurannya.”3
Menurut Ella Yulaelawati,
kompetensi ialah sekumpulan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai sebagai
kinerja yang berpengaruh terhadap peran, perbuatan, prestasi, serta pekerjaan
seseorang.4 Definisi yang lain mengatakan5 bahwa
kompetensi ialah karakteristik mendasar seseorang yang memiliki hubungan timbal balik dengan suatu kriteria efektif dan atau kecakapan terbaik seseorang dalam
pekerjaan atau keadaan. Yang dimaksud dengan karakteristik mendasar adalah
bahwa kompetensi tersebut cukup mendalam dan bertahan lama sebagai bagian dari
kepribadian seseorang sehingga dapat digunakan untuk memprediksi tingkah laku
orang tersebut manakala ia berhadapan dengan berbagai situasi dan tugas. Sedangkan
hubungan timbal balik adalah bahwa adanya kompetensi itu dapat menyebabkan
perubahan perilaku atau dapat pula digunakan untuk memprediksi perubahan
perilaku itu sendiri. Sementara itu, keberadaan kriteria efektif adalah untuk
menentukan dan memprediksi apakah orang tersebut akan mampu bekerja dengan baik
atau tidak berdasarkan standar-standar yang spesifik.
Dari uraian singkat di
atas, dapat dikatakan bahwa sekurang-kurangnya terdapat tiga ranah kompetensi
yang perlu dipersiapkan sedini mungkin oleh calon pemimpin, yaitu kompetensi
ilmu dan pengalaman, moralitas, dan kompetensi lainnya. Para pemimpin yang
kompeten selalu merasa kurang di dalam menimba ilmu dan pengalaman. Mereka tidak
memiliki perasaan gengsi atau meremehkan orang lain, betapa pun tingginya
kedudukan mereka. Mereka menganggap bahwa orang yang kelihatannya biasa-biasa
saja boleh jadi ia memiliki ilmu dan pengalaman yang luar biasa. Itulah mengapa
setiap pemimpin yang ingin mengasah pisau kompetensinya senantiasa termotivasi
untuk semakin memperluas ruang pengaruhnya dan berupaya menjalin relasi dengan
semua pihak.
Hampir setiap pemimpin
menaruh perhatian terbesarnya pada bidang-bidang pembelajaran, pelatihan, dan
apa saja yang dinilainya dapat meningkatkan kompetensi kadernya. Namun demikian,
yang perlu digarisbawahi di sini adalah bahwa untuk menjadi seorang pemimpin
yang kompeten, seseorang tidaklah mutlak harus memiliki kecerdasan yang brilian.
Kompetensi dibentuk karena kebiasaan dan keberanian dalam mengambil keputusan.
Dengan demikian,
kompetensi menurut Prihadi tidak semata-mata menuntut hasil analisis dari suatu
jawaban kepemimpinan, tetapi lebih dari itu juga harus memastikan terpenuhinya
sejumlah tuntutan lain yang bersumber dari visi, misi, dan strategi organisasi,
serta nilai-nilai dan berbagai budaya yang berlaku di dalam organisasi. Dalam bahasa
lain, di dalam kompetensi ini terkandung beberapa dimensi, yang lazimnya
dikelompokkan ke dalam sejumlah cluster
(kelompok dimensi menurut kategori tertentu), seperti cluster kompetensi penalaran, cluster
kompetensi interpersonal, cluster
kompetensi organisasional, cluster kompetensi
efektivitas pribadi, dan sebagainya.6
Dalam pandangan Islam,
setiap pemimpin termasuk pemimpin pesantren, perlu menerapkan paradigma kepemimpinan
Islam, seperti yang ditunjukkan oleh pola kepemimpinan Nabi Muhammad SWA. Pola
ini biasanya disebut dengan paradigma “kepemimpinan STF-AI’, yaitu Shiddiq,
Tabligh, Fathonah, Amanah, Istiqomah.7
Berdasarkan uraian di
atas, sudah semestinya apa yang ditunjukkan oleh Nabi SWA. Dalam memimpin dapat
dijadikan teladan bagi pengembangan kompetensi kepemimpinan di pesantren. Nabi
SAW. sukses memimpin negara, memimpin umat, memimpin rumah tangga, dan lain
sebagainya. Lebih jelasnya, kelima karakter yang sangat menonjol pada diri Nabi
SAW. di atas, tidak lain merupakan atribut kompetensi yang idealnya mesti
diterapkan oleh setiap pemimpin di pesantren.
1 A. Mukti Ali, “Pondok Pesantren dalam Sistem
pendidikan Nasional” dalam Seminar
Nasional Pembangunan Pendidikan dalam Pandangan Islam (Surabaya: IAIN Sunan
Ampel, 1984), hlm. 18.
2 Wahid, Menggerakkan
Tradisi…, hlm. 133.
3 Toto Tasmana, Spiritual
Centered Leadership (Jakarta: Gema Insani, 2006), hlm. 54-55.
4 Ella Yulaelawati, Kurikulum
dan Pembelajaran: Filosofi, Teori, dan Aplikasi (Bandung: Pakar Raya,
2004), hlm. 13.
5 Spencer dan Spencer, Competence at Work; Model for Superior Performance (Newyork: John
Willy and Sons, Inc. 1993), hlm. 9.
6 Syaiful F. Prihadi, Assessment Centre (Jakarta: PT. Gramedia, 2004), hlm. 8.
7 Siswanto Masruri, Paradigma
Kepemimpinan Islam (Yogyakarta, 16 Oktober 2006).
Soebahar, Abd. Halim, 2013,
Modernisasi Pesantren: Studi Transformasi Kepemimpinan Kiai dan Sistem
Pendidikan Pesantern, Yogyakarta: LKiS Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar